Pertama sekali, aku ingin menyampaikan permohonan maaf kepada banyak peserta launching yang terpaksa mesti turun kembali dari lantai II Bakoel Koffie Cikini karena kapasitas ruangan tidak lagi bisa memberikan kenyamanan. Sekaligus penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembaca Rahasia Meede yang tidak mendapat ruang mengikuti acara diskusi yang kita lakukan pada Kamis, 27 Desember 2007. Kami sama sekali tidak memperkirakan bahwa jumlah peserta akan membludak sedemikian banyaknya dengan kapasitas ruangan yang mungkin hanya cukup menampung sekitar 100-an orang.
Maaf beriring syukur karena ternyata antusiasme peserta sangat tinggi untuk mengikuti acara ini. Inilah acara dimana tiap paradoks kita pertemukan. Potret masa lalu lewat potongan slide gambar dipadukan dengan sajian musik akustik dari generasi ABG masa kini. Demikian juga dengan pembicaranya. Bung Fadjroel Rachman yang dikenal anti tentara dipertemukan dengan Letjen (Purn) Agus Widjojo . Mas Donny Gahral yang punya pandangan lain tentang konsepsi sejarah dalam sastra beradu argumen dengan Pak Asvi Warman Adam. Sementara Indra Jaya Piliang yang memandang sinis terhadap keidealan sosok Kalek dan Batu dalam Rahasia Meede berhadapan dengan Tegus Usis yang optimis memandang nilai ideal yang diusung kedua tokoh tersebut. Hasilnya, sebuah diskusi yang sangat seru dengan suasana Ke-Indonesiaan yang sangat tinggi dimana sentimen personal lenyap untuk sesaat. Di tengah-tengah diskusi dan tanya jawab, aku mendapat kejutan dengan kedatangan Ibu Halida (puteri Bung Hatta) spontan aku mendaulat beliau untuk ikut berbicara di depan. Kejutan yang sangat mengesankan.
Aku mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dyan, Pheo dan Agnes dari Srikandi Minutes Service (SMS) yang telah merancang, menyiapkan serta mengorganize acara ini sejak dua minggu yang lalu. Sama besarnya terima kasihku untuk Uda Indra Jaya Piliang yang telah menjamin terlaksananya kegiatan ini. Terima kasih sebesar-besarnya juga untuk Aples dan Cipto untuk mobilitas kegiatan. Untuk Empi dan Winda yang telah membantu pada hari-H bersama dengan kaum anarchis dari batas selatan Jakarta; Fauzan, Mendra, Mizan (nama orang) dan Romi. Untuk seniman masa depan yang tidak lahir dari kontes dadakan yang telah mengiringi acara ini dengan alunan gitar, raungan biola dan dentang gendang; Jonas (Gitar/vokal), Monday (Biola), Heru (Biola) dan Edo (perkusi). Tentu saja yang tidak boleh dilupakan terima kasih untuk Bung Miftah yang sebenarnya menjadi salah satu otak dibalik semua kegilaan ini.
Untuk teman-teman pers yang telah hadir, aku tidak bisa menyebutkan satu persatu kecuali yang sempat kontak bicara dan visual denganku dari Jak-tv, Trans7, Global tv, Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia..................dan tentu saja dari Tabloid Parle yang telah menyediakan edisi gratis untuk acara ini. Terima kasih.
Aku pikir kita semua baru saja memulai sesuatu pada malam pengakuan kedaulatan 27 Desember tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya tengah kita mulai. Semoga masing kita telah menyiapkan jawaban sendiri. Untuk beberapa pihak dan tokoh yang tidak sempat aku sebutkan namanya, aku mengucapkan terima kasih dan mohon maaf untuk ketidaknyaman ruangan kemarin malam.